Senator Lia Istifhama : Kejahatan Tidak Bisa Dibenarkan, Tapi Kemanusiaan Tidak Boleh Mati

Anggota DPD RI Lia istifhama.

Surabaya (KABAR SURABAYA) – Senator DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, menyoroti kasus kemanusiaan yang terjadi di wilayah Polsek Semampir Surabaya, di mana seorang terduga pelaku pencurian kendaraan bermotor (curanmor) yang menjadi korban amukan massa tidak mendapatkan pelayanan BPJS Kesehatan saat dirawat di rumah sakit karena statusnya sebagai tersangka tindak pidana.

Menurut putri kharismatik ulama besar KH Maskur Hasyim ini, peristiwa tersebut menggambarkan dilema kemanusiaan di tengah penerapan hukum dan regulasi pelayanan publik di Indonesia. Lia menilai bahwa kesehatan merupakan hak dasar setiap manusia yang seharusnya tidak dicabut hanya karena status hukum seseorang.

“Kita berbicara soal hak dasar warga negara. Kesehatan adalah hak dasar setiap manusia tanpa terkecuali. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan hadir untuk menjamin hak itu, bukan hanya bagi yang tidak bersalah, tetapi juga bagi mereka yang masih dalam proses hukum,” tegas Ning Lia, sapaan akrabnya, Minggu (19/10).

Kasus ini bermula ketika dua pria menjadi korban amukan massa di kawasan Polsek Semampir. Salah satunya diduga sebagai pelaku curanmor dan mengalami luka parah di bagian rahang, sementara seorang pengemudi ojek yang tidak terlibat juga turut menjadi korban karena kebetulan berada di lokasi kejadian. Aparat kepolisian setempat kemudian menggalang dana swadaya demi alasan kemanusiaan agar keduanya mendapatkan perawatan awal di rumah sakit. Namun, karena status hukum korban utama belum jelas, BPJS Kesehatan tidak dapat menanggung biaya pengobatan tersebut.

Lia menilai, hal ini menunjukkan masih lemahnya implementasi prinsip asas praduga tak bersalah dalam pelayanan publik.

“Saya memahami bahwa kejahatan adalah perbuatan yang salah dan tidak bisa dibenarkan. Namun, kita juga harus melihat sisi kemanusiaannya. Jangan sampai seseorang yang masih dalam proses hukum kehilangan hak dasarnya untuk berobat hanya karena prasangka,” ujarnya.

Lebih lanjut, Lia menyoroti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang menegaskan bahwa bahkan narapidana pun berhak memperoleh pelayanan kesehatan, mulai dari pemeriksaan medis hingga rujukan ke rumah sakit luar lapas. Karena itu, menurutnya, pelayanan kesehatan tidak boleh disamakan dengan vonis bersalah, sebab kewenangan menentukan bersalah atau tidaknya seseorang hanya dimiliki oleh pengadilan.

“Rumah sakit bukan lembaga penentu bersalah atau tidak bersalah. Selama seseorang belum mendapat putusan pengadilan, dia tetap berhak mendapatkan layanan kesehatan,” tegas Lia.

Lia juga menyinggung Hukum Humaniter Internasional (HHI) yang bahkan memberikan perlindungan bagi pelaku kejahatan perang untuk tetap mendapatkan perawatan medis. Menurutnya, prinsip ini menjadi dasar universal bahwa hak kemanusiaan tidak dapat dicabut, sekalipun seseorang melakukan kesalahan berat.

“Dalam hukum humaniter, pelaku kejahatan perang sekalipun tetap berhak mendapat perawatan medis. Prinsip ini bukan untuk melindungi pelaku, tetapi untuk menegakkan nilai kemanusiaan yang membatasi penderitaan sesama manusia,” jelasnya.

Sementara itu, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, memang disebutkan bahwa biaya pengobatan akibat tindak pidana tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Meski begitu, Lia berharap pemerintah dapat membuka ruang kebijakan khusus bagi masyarakat yang masih berstatus terduga atau korban salah sangka.

“Kita perlu meninjau kembali regulasi ini agar tidak menutup peluang bagi orang-orang yang masih berstatus terduga untuk mendapatkan hak dasar. Kemanusiaan harus tetap menjadi dasar utama dalam setiap kebijakan publik,” imbuhnya.

Di akhir pernyataannya, Lia Istifhama menegaskan bahwa dirinya tidak sedang membela pelaku kejahatan, melainkan memperjuangkan prinsip keadilan dan kemanusiaan yang seimbang, di mana negara harus hadir tidak hanya untuk menegakkan hukum, tetapi juga menjamin nilai kemanusiaan bagi semua warganya tanpa pandang bulu.

“Kejahatan tetap salah, tapi kemanusiaan tidak boleh ikut mati. Selama seseorang masih manusia dan belum diputus bersalah, dia berhak mendapatkan perawatan yang layak,” tutupnya penuh empati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *